Sidoarjo, Arjunanusantaranews.com, – Tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) 13 Tahun tidak sesuai fakta di persidangan. Dalam tahapan persidangan replik Sugeng Wijaya yang telah disangkakan melakukan asusila kepada anak dibawah umur pada (8/8/2024) lalu.
Ketika Arjunanusantaranews.com menemui Penasihat hukum Sugeng Wijaya di kediaman nya pada Jumat (28/2/2925) Dibertius Boimau, S.H.,M.H, yang biasa dipanggil bang Jhon sebagai penasehat hukum dari LSM ALAS yang telah menjadi kuasa hukum Sugeng Wijaya telah disangkakan melakukan asusila pada anak dibawah umur.
Sementara Jhon memberikan keterangan dalam tuntutan JPU bahwa terdakwa Sugeng Wijaya telah dikenakan 13 tahun, sebenarnya JPU tidak paham terkait dengan kronologi kasus dalam persidangan, dan para saksi baik saksi anak korban (BL) di situ mereka telah dihadirkan dalam persidangan.
Dalam keterangannya saksi mereka tidak pernah melihat adanya perbuatan asusila, untuk perbuatan yang didakwakan terhadap terdakwa pada (8/2/2024) di tokonya terdakwa pada jam 16.00 Wib waktu itu, istri Sugeng dan kakaknya juga ada di toko.
Jhon menyampaikan pada waktu pembuktian di persidangan kami meminta kepada JPU kepada ibu korban selaku pelapor, untuk menanyakan dan meminta tolong untuk menunjukkan mana yang darah dan mana yang sperma, pembuktian yang bertentangan dengan pernyataan pada visum itu. Karena ada empat pakaian dalam anak korban di situ bersih semua.
Jaksa pun sulit untuk membuktikan, begitupun pelaporan orang tua dari pada korban, dalam keterangan saksi korban (BL) tidak pernah menyatakan bahwa saya diperkosa. Pada (8/8/2024) waktu kejadian itu, dikatakannya bahwa saya masuk ke toko minta uang dua ribu untuk beli molen lalu pergi.
Jhon mengatakan dengan dasar apa JPU bisa menuntut 13 tahun, kecuali ada saksi yang melihatnya atas terjadinya perbuatan itu. Awalnya timbul pelaporan di Polresta Sidoarjo oleh Sahari sebagai orang lain.

Setelah terdakwa ditangkap dan dilakukan BAP (berita acara pemeriksaan) di Polres. Dan akhirnya telah berubah status pelapor dari atas nama Sahari berubah menjadi atas nama ibu anak Ifan Wahyuni. Jadi satu perkara ada dua pelapor, mana yang benar.
Menurut Jhon sebagai PH dari terdakwa dalam kasus ini walau Praperadilan belum putusan sudah masuk pokok perkara, maka Praperadilan ini gugur. Dari pertama bacaan dakwaan, sampai masuk ke keterangan anak korban, saksi dari korban, saksi dari terdakwa semua menyatakan kalau tidak melihat adanya perbuatan pemerkosaan. Disisi lain Jaksa menuntut 13 tahun, berarti Jaksa ini garis fokus pada keterangan visum. Visumnya juga tidak dilakukan di RS. Bhayangkara melainkan di dokter khusus (umum), jelasnya.
Kalau seseorang tidak terbukti melakukan itu terus dasar tuntutan hukumnya itu apa, dengan 13 tahun. “anak korban sendiri mengakui bahwa saya tidak pernah diperkosa,” dan kami akan mengadakan Pledoi, membela klain, tegas Jhon.
Bila putusan Inkracht 13 tahun, kami akan melakukan banding mencari keadilan untuk terdakwa, karena ini sangat janggal.
Jaksa itu sebenarnya Keberatan tidak berdasar tetapi berani memberikan tuntutan 13 tahun “Jawaban yang simpel ketika ditanya oleh PH terdakwa, karena menjalankan tugas”.
Dan harapan kami terdakwa dibebaskan karena tidak terbukti melakukan asusila. Setelah nanti agenda Duplik lalu putusan, kami berharap majelis hakim setelah diikuti persidangan dari awal sampai akhir putusan ini jangan terpengaruh dengan pola berfikir sesaat tetapi berprinsip bahwa kronologi kasus ini benar- benar sesuai dalam persidangan, pungkas Jhon.